Resensi Novel Aurora di Langit Alengka

0
63

Judul: Aurora di Langit Alengka: Tangan-Tangan Hebat Penyelamat Dewi Sinta

Penulis : Agus Andoko

Penerbit: Diva Press [2013]

Jumlah Halaman: 606 halaman

ISBN: 978-623-293-985-1

Novel ini menceritakan tentang empat sekawan dari Jakarta penggemar wayang yang memiliki suatu geng yang bernama Sarotama. Nama Sarotama diambil dari nama salah satu senjata milik Arjuna. Keempat sekawan tersebut bernama Putriaji Dyah Kusumayu Larasati (Laras) kelas 3 SMP, Maskumambang Setiaji Priyambodo (Mambang) kelas 2 SMP yang juga merupakan adik kandung Laras, Raditya Putra Aninditya (Radit) kelas 3 SMP, dan Sembara Kelana Mahardika (Bara) kelas 2 SMU yang merupakan ketua geng Sarotama tersebut.

Kisah ini berawal saat terdengar desas-desus yang mengatakan bahwa dunia wayang itu sebenarnya ada, bukan sekedar imajinasi dari para pujangga di jaman dahulu. Hal tersebut memacu semangat anggota Geng Sarotama, terutama Laras yang sangat mengidolakan Sinta dalam cerita Ramayana, untuk mencari Lorong waktu yang dapat membawanya ke dunia wayang, dengan misi utama adalah merubah alur cerita dan menyelamatkan Sinta dari penculikan Rahwana.

Berdasarkan hasil penelusuran di dunia maya, akhirnya diketahuilah bahwa sumber desas-desus tersebut berasal dari Desa Klaten, tempat tinggal seorang dalang sepuh yang bernama Ki Gondobayu. Singkat cerita mereka berempat menemukan kotak wayang tua di sebuah gandri yaitu ruang penyimpanan harta benda pemilik rumah. Saat mereka terpesona dengan wayang-wayang yang mereka ambil, Bara tanpa sengaja memainkan sebuah cempurit yang biasanya dipergunakan dalang untuk membuat irama memulai lakon dan sebagai acuan bagi musik pengiring.

Saat cempurit dimainkan Bara, keajaiban terjadi kotak wayang yang semula berisi tumpukan wayang tiba-tiba berubah menjadi sebuah lubang yang dalam, serta memiliki lorong gelap yang menghubungkan dengan dunia wayang. Dimulailah petualangan keempat sekawan tersebut. Mulai dari berbaur dengan masyarakat sekitar, menuju Ayodya untuk melihat secara langsung pesta pernikahan Rama dan Sinta, melihat berbagai dewa dan dewi yang berterbangan dari kayangan, pergi ke Hutan Dandaka demi memberi peringatan Sinta untuk tidak tertarik dengan kamuflase kijang emas jelmaan Kala Maricha yang merupakan patih suruhan Raja Rahwana. Memang usaha mereka berhasil, Sinta tidak diculik oleh Rahwana. Akan tetapi sebagai gantinya adalah Laras yang menjadi korban penculikan. Ternyata Rahwana salah culik dalam hal ini. 

Setelah itu cerita berlanjut mengenai misi penyelamatan yang melibatkan pasukan burung Jatayu, sampati dan Gua Kiskenda (Subali dan Sugriwa). Hingga mengirimkan duta Rama ke Alengka dan terdapat fenomena aurora merah di langit Alengka, serta terjadinya perang besar sampai Rahwana pun gugur.

Bahasa yang digunakan dalam novel ini sangat puitis dan filosofis, kaya akan simbolisme dan metafora khas gaya kepenulisan Agus Andoko yang dikenal sebagai penyair dan penulis sastra kontemporer. Banyak kutipan dan dialog dalam novel ini yang menyimpan makna mendalam dan dapat direnungkan. Contoh “di langit yang tak lagi biru, aku menuliskan doa untuk jiwa-jiwa yang terbuang” 

“Aurora di Langit Alengka” merupakan novel fiksi sastra yang menggabungkan unsur mitologi dan realisme magis dengan sentuhan refleksi sosial dan kemanusiaan. Novel ini mengangkat tema perjuangan manusia melawan ketidakadilan dan pencarian jati diri dalam dunia yang penuh tipu daya. Di balik kisah yang sarat nuansa epik dan alegoris, tersirat kritik terhadap kekuasaan absolut, budaya patriarki, dan krisis spiritual masyarakat modern.

Penulis: Wilda Lutfiyatul Khoiriyah