Ahmad Tohari

Sastra, Desa, dan Kehidupan yang Mengalir

Ahmad Tohari lahir pada 13 Juni 1948 di Banyumas, Jawa Tengah. Ia tumbuh dalam lingkungan desa yang penuh tradisi, yang kelak menjadi napas utama dalam karyanya. Meskipun tidak menamatkan pendidikan tinggi, hal itu tidak menghalanginya untuk menjadi salah satu sastrawan paling dihormati di Indonesia. Sebelum menjadi penulis, ia sempat bekerja di bank dan menjadi editor di berbagai media. Namun, takdir lebih suka melihatnya menulis cerita daripada menghitung uang orang lain.

Karya paling terkenalnya, Ronggeng Dukuh Paruk, adalah kisah tentang Srintil, seorang ronggeng yang hidup dalam pusaran tradisi, politik, dan nasib yang tak selalu berpihak. Novel ini menjadi bagian dari trilogi bersama Lintang Kemukus Dini Hari dan Jantera Bianglala. Selain itu, ia juga menulis Kubah, yang mengisahkan perjalanan spiritual seorang mantan anggota partai terlarang, serta Bekisar Merah, yang menggambarkan perempuan desa yang terjebak dalam dunia glamor perkotaan. Karya-karyanya diterjemahkan ke berbagai bahasa, membuktikan bahwa cerita dari desa kecil pun bisa berkelana ke dunia luas.

Beberapa kutipan terbaik dari Ahmad Tohari:

“Orang hidup harus berani jatuh. Sebab kalau takut jatuh, lebih baik sekalian tidur di kuburan.”

(Ronggeng Dukuh Paruk, 1982)

“Manusia boleh berencana, tapi tetap Tuhan yang menentukan seberapa banyak nasi yang bisa kau kunyah.”

(Bekisar Merah, 1993)

“Kebenaran itu seperti air sungai, mengalir sendiri, tidak perlu didorong-dorong.”

(Kubah, 1980)

Dari Ahmad Tohari, kita belajar bahwa menulis adalah tentang menyelami kehidupan dan menyampaikannya dengan jujur. Ia tidak terobsesi dengan kata-kata sulit atau kalimat berbunga-bunga, tetapi lebih memilih kejelasan dan kedalaman makna. Jika ia bisa menciptakan cerita yang kuat dari kehidupan desa, mengapa kita masih bingung mencari ide? Tidak perlu menunggu inspirasi jatuh dari langit atau menunggu peristiwa luar biasa terjadi. Mulailah menulis dari apa yang ada di sekitar kita, karena kisah besar sering kali berasal dari hal-hal kecil yang diabaikan.

Karya

Ahmad Tohari