Muchtar Lubis lahir pada 7 Maret 1922 di Padang, Sumatera Barat. Ia dikenal sebagai penulis dan jurnalis yang tajam dalam mengkritik kekuasaan. Sejak muda, ia aktif menulis dan mengelola media, dengan semangat yang tidak hanya ingin menghibur, tetapi juga membangun kesadaran masyarakat.
Sebagai jurnalis, ia mendirikan dan memimpin Harian Indonesia Raya, yang dikenal kritis terhadap pemerintahan. Akibatnya, ia beberapa kali dipenjara, baik pada masa Orde Lama maupun Orde Baru. Namun, tekanan itu tidak menghentikannya untuk terus menulis.
Dalam dunia sastra, Muchtar Lubis dikenal lewat novel Senja di Jakarta, yang menggambarkan intrik politik, korupsi, dan kesenjangan sosial di ibu kota. Karyanya yang lain, Harimau! Harimau!, menceritakan ketegangan psikologis dan perjuangan manusia menghadapi rasa takut. Ia juga menulis Jalan Tak Ada Ujung, yang mengeksplorasi dilema moral dan ketakutan seorang guru dalam masa revolusi. Selain itu, esainya yang berjudul Manusia Indonesia: Sebuah Pertanggungan Jawab menjadi karya kontroversial yang membedah karakter bangsa Indonesia.
Beberapa kutipan terbaik dari Muchtar Lubis:
“Manusia Indonesia mudah cemburu, tetapi tidak iri untuk berprestasi lebih baik.”
(Manusia Indonesia: Sebuah Pertanggungan Jawab, 1977)
“Ketakutan membuat orang menjadi budak, hanya keberanian yang bisa membebaskan.”
(Harimau! Harimau!, 1975)
“Kita bukan bangsa pemalas, kita hanya terbiasa mencari jalan paling mudah.”
(Manusia Indonesia: Sebuah Pertanggungan Jawab, 1977)
Dari Muchtar Lubis, kita belajar bahwa menulis adalah keberanian untuk mengungkapkan kebenaran, meskipun berisiko. Ia tidak hanya menulis untuk hiburan, tetapi juga untuk melawan ketidakadilan. Jika ia bisa tetap menulis meski dibungkam, mengapa kita harus ragu hanya karena takut dikritik atau merasa tulisan kita belum sempurna?
Jadi, jangan tunggu waktu yang tepat atau inspirasi datang dengan sendirinya. Menulis adalah tindakan, bukan sekadar niat. Seperti yang ditunjukkan Muchtar Lubis, kata-kata yang jujur akan selalu menemukan jalannya.