Willibrordus Surendra Broto Rendra, atau yang lebih akrab disebut WS Rendra, lahir pada 7 November 1935 di Solo. Sejak muda, ia sudah akrab dengan seni dan sastra, tumbuh dalam lingkungan yang membebaskan kreativitasnya. Ia kuliah di Universitas Gadjah Mada, tapi akhirnya lebih memilih jalan hidup sebagai seniman daripada berkutat dengan gelar akademik. Dikenal sebagai “Burung Merak”, Rendra bukan hanya penyair, tetapi juga sutradara teater dan aktivis. Puisi-puisinya sering dibacakan dengan lantang, penuh ekspresi, seakan-akan kata-katanya tidak cukup hanya dituliskan—harus diteriakkan.
Karya-karyanya mencerminkan keresahan sosial dan kritik terhadap ketidakadilan. Buku puisinya seperti Blues untuk Bonnie, Potret Pembangunan dalam Puisi, dan Sajak-Sajak Sepatu Tua menjadi bukti bagaimana ia memadukan estetika dengan perlawanan. Teater Bengkel yang ia dirikan menjadi pusat kreativitas yang melahirkan banyak seniman besar. Namun, karena ketajaman kritiknya, ia kerap dibungkam. Pementasan dilarang, puisinya dicekal, bahkan ia sempat dipenjara. Tapi, seperti burung merak yang bebas, ia terus berkarya tanpa bisa dikekang.
Beberapa kutipan terbaik dari WS Rendra:
“Apa gunanya punya ilmu tinggi kalau hanya untuk mengibuli?”
(Potret Pembangunan dalam Puisi, 1980)
“Kesadaran adalah matahari, kesabaran adalah bumi, keberanian menjadi cakrawala, dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata.”
(Sajak Seonggok Jagung, 1973)
“Aku tulis pamplet ini karena surat kabar tidak memuat sajakku. Aku tulis pamplet ini karena pos tidak mengantarkan suratku. Aku tulis pamplet ini untuk melahirkan keberanian.”
(Pamplet Penyair, 1981)
Dari WS Rendra, kita belajar bahwa menulis bukan sekadar menyusun kata-kata indah, tetapi juga menyampaikan suara hati. Ia tidak hanya menulis puisi, tetapi menjadikannya senjata untuk melawan ketidakadilan. Jadi, jika merasa ada sesuatu yang mengganjal di hati atau ada ketidakadilan di depan mata, jangan hanya mengeluh—tulislah. Karena kata-kata yang jujur, jika ditulis dengan sepenuh hati, bisa lebih tajam dari pedang dan lebih nyaring dari teriakan.