Resensi Muhammad Karya Karen Amstrong

0
54

Jauh sebelum Nabi Muhammad diturunkan, bangsa Arab yang terdiri dari banyak suku-suku tersebut sebenarnya telah mengenal Allah lewat millah Ibrahim. Hanya saja mereka (setiap suku) menciptakan dewa dan dewi mereka sendiri sebagai perantara manusia dan Allah. Mereka menganggap Allah terlalu jauh untuk dirasakan, mereka membutuhkan solusi praktis yang bersifat empiris untuk mereka berdoa.

Setiap suku di sepanjang Jazirah Arab sangat menjunjung tinggi muruah (kehormatan) kesukuan mereka. Mereka rela hidup dan mati demi sukunya, rela berperang dengan suku yang lain asal suku mereka mendapatkan muruahnya. Oleh sebab itu, demi menjaga kemuruahan suku, kaum pria lebih dibutuhkan daripada kaum wanita. Kaum wanita begitu tertindas oleh kaum pria, mereka menganggap wanita begitu lemah dalam segi fisik sehingga kaum wanita tidak bisa mendapatkan hak warisan dari keluarganya.

Masa Arab pra-Islam, banyak terjadi penindasan dan peperangan. Penindasan tidak hanya terjadi pada kaum wanita, sebagian kelompok lemah seperti budak tidak terpenuhi haknya dan selalu tertindas oleh petinggi suku yang memiliki status sosial tinggi. Hal ini terjadi lantaran kaum kapitalis di masa itu hanya mementingkan dirinya sendiri, ditambah kaum aristokrat akan selalu menjalin hubungan erat dengan kapitalis guna menjaga muruah sukunya. Sebab, hanya dengan modal besar kapitalis suatu suku akan menjadi terhormat dan tak terkalahkan oleh suku lain. Fenomena ini terus berlanjut hingga munculnya suku Quraisy dan Muhammad Saw. dilahirkan.

Hadirnya Muhammad Saw., sang utusan Allah, memiliki misi untuk mengubah tatanan sosial yang bobrok pada era jahiliah. Beliau memulai misinya dengan merangkul kelas yang lebih rendah. Sejumlah besar adalah perempuan, beberapa orang yang telah dibebaskan, para nelayan, dan budak. Muhammad secara tak langsung mengumandangkan bahwa seharusnya tidak ada perbedaan antara kehidupan publik dan privat, dan tidak ada perbedaan gender.

Akan tetapi, Muhammad dalam kalangan dunia Barat dikenal sebagai tokoh yang kontroversial: memiliki banyak istri, berpoligami, suka berperang, dan dicap penuh ambisi dalam kekerasan. Anggapan ini telah terjadi di dunia Barat yang tampaknya kurang kritis dalam mengkaji ulang sejarah Nabi. Buku Karen Armstrong “Muhammad: Prophet for Our Time” memberikan naratif baru bagi dunia Barat dalam mengkaji ulang sejarah Nabi. Buku ini bertujuan untuk memberikan nafas baru pada pengetahuan Barat bahwa Nabi memiliki misi penting yaitu memperjuangkan keadilan dan menghilangkan penindasan. Buku ini berperan seperti Muhammad ketika mendamaikan kaum kafir Quraisy dan Muslim agar tidak menempuh jalur peperangan, dalam kasus ini, layaknya Islam dan Barat.

Penulis: Habbadzaa Maa`al Azza