“Jika mencari hidup di teater engkau tidak akan hidup, tapi jika engkau belajar hidup di teater, engkau akan hidup.”
Tulisan ini bukanlah sebuah tulisan ilmiah yang didasarkan pada landasan teori teori. Melainkan hanyalah tulisan biasa yang lebih berisi “opiniah” pribadi. Semua hal ini didasarkan pada sebuah proses realitas pribadi yakni adalah proses teater yang penulis jalani.
Berbicara seni, kita akan langsung terbawa pada hal hal yang indah sekaligus unik. Ya, seperti kita tahu bahwa seni memang seperti itu. Terkadang ada banyak hal yang tidak bisa kita pahami hanya dalam satu waktu saja. Seni tidak mampu dipahami secara langsung atau “sak klek”. Ia hanya bisa dipahami ketika kita mulai meracik indra indra kita atau dengan kata lain rasa. Rasa adalah jiwa bagi seorang seniman. Berkat rasa, kita bisa saling tersambung dengan sang seniman hanya dengan melihat karyanya.
Seni adalah wujud rasa syukur kita kepada alam dan kehidupan. Begitu juga yang selalu dilakukan dalam proses teater. Sebuah seni yang lebih terkenal pada basic akting dan drama. Apakah teater hanya berakhir disitu saja? Hanya mandek pada proses keaktingan dan beroutput pada kenaikan eksistensi diri? Tentu tidak. Jika kita hanya menginginkan agar pandai berakting dan menjadi sosok yang dikenal luas, maka kelas akting adalah solusinya.
Jika umumnya manusia akan berjalan sesuai dengan koridor umum. Saya merasakan, bahwa proses teater berusaha mendobrak koridor itu dan menciptakan koridor sendiri yang pada akhirnya mampu menjadikan kita berani menantang bagaimana cara manusia berfikir serta mendorong untuk “mbayangke” mengenai dunia yang telah kita cita-citakan.
Dunia memang terkadang terasa sangat menyebalkan dengan segala tuntutannya. Namun, seorang teatrikawan akan berusaha menangkap semua rasa menyebalkan itu dan mulai menuangkan serta mencampurkannya dengan ide ide yang lain. Menjadikan tubuh mereka sebagai transfer pesan kepada sekitar.
Medium dalam penyampai pesan ini bermacam macam tergantung sang penyampai pesan tersebut. Bagaimana sisi emosi dan energi melahirkan sebuh gerakan yang memiliki maksud, arti, visi, dan tujuan tertentu. Dalam hal ini, kita tidak dapat mengatur pendapat orang yang harus sama dalam melihat suatu hal. Kita bisa membuat sebuah pondasi dasar bahwa dalam seni tidak ada yang buruk, kecuali tentang bagaimana cara kita melihat, merasa, memahami dan menafsirkannya. Semua hal memiliki rasa dan tafsirannya sendiri tergantung bagaimana kita melihat.
Dapat dinikmati atau tidak, karya yang baik adalah karya yang selesai. Dapat kita ibaratkan seperti sepasang laki laki dan perempuan yang harus berkali kali bersetubuh untuk bisa memiliki seorang anak. Sebuah proses pelahiran karya juga sama. Ia membutuhkan proses panjang persetubuhan tubuh dengan rasa. Pada akhirnya, dapat diterima atau tidak, karya yang baik adalah karya yang mampu menampung keseluruhan kebebasan ekspresi dari sang pembuatnya.
Orang teater selalu menganggap bahwa dunia yang kita tempati sebagai panggung sandiwara. Segala panggung yang ada dilihat hanya sebatas panggung kecil. Cak Tohir, seorang seniman senior Srimulat selalu mengatakan bahwa beliau berkuliah di fakultas teater jurusan kehidupan. Ungkapan ini selalu saya tadabburi. Jika jurusan berada di dalam fakultas maka arti ungkapan tersebut adalah kehidupan ada di dalam teater.
Tuntuan seorang pelaku seni teater adalah harus selalu mengolah rasa, tubuh, akal, juga budinya. Bagaimana tidak? Jika kita hanya mengandalkan akal saja dalam proses teater yang idealnya berjalan minimal 2 bulan. Maka hal yang didapat tentu tidak lain hanyalah rasa capek, kesal, marah, bosan dan perasaan perasaan tidak mengenakan. Namun, jika “rasa” selalu kita tumbuhkan dalam setiap prosesnya, maka kita akan benar benar merasakan hidup di dalamnya. Jika kita mencari hidup di teater, kita tidak akan hidup. Akan tetapi jika kita belajar hidup di teater, kita akan benar benar merasakan hidup.
Menjadi aktor yang baik dalam naskah akan membawa dampak baik juga kepada para pemainnya di kehidupan yang nyata. Para seniman dan pelaku teater tumbuh menjadi orang yang mudah memahami. Hidup yang terlihat santai dan seperti tidak punya beban. Bagaimana bisa? Bisa saja hal ini terjadi karena rata rata seniman telah memandang hidup sebagai sebuah panggung teater. Layaknya sebuah naskah, didalamnya tentu ada berbagai macam karakter serta emosi manusia. Seorang aktor yang baik akan selalu memahami lawan mainya bagaimanapun itu karakternya.
Saya sepakat dengan pendapat Yos Suprapto yang pameran lukisannya sempat dibredel beberapa waktu yang lalu. Menurutnya bahwa seni sama dengan hidup yang penuh dengan kemungkinan kemungkinan yang tidak terbatas. Maka tak heran jika sering kali dalam proses teater penuh dengan kemungkinan yang tak dapat kita bayangkan dan rencanakan sebelumnya.
Kelompok teater tersebar dimana mana. Ada yang kelompok yang berbasis masyarakat atau kelompok yang berbasis mahasiswa dan pelajar. Kelompok teater yang berbasis mahasiswa saja, kita masih bisa mengklasifikasikanya lagi yakni menjadi kampus teater dan teater kampus. Meski terkesan berbeda, Namanya teater tetaplah teater yang pada intinya juga sama.
Setiap kelompok teater memiliki yang namanya identitas dan identitas inilah yang terus dijaga secara turun temurun oleh setiap penerusnya. Identitas ini penting karena menjadi ciri khas dari kelompok tersebut. Namun, ada kalanya identitas ini bersifat tersirat. Bukan hanya tentang identitas, tapi juga mengenai aturan dan budaya dari kelompok teater yang terkadang juga bersifat tersirat. Untuk memahaminya maka perlu sering sering “srawung” dengan para pendahulunya.
Belajar hidup dan menjalani hidup di dalam teater adalah salah satunya agar kita bisa memahami hal hal filosofis dan tersirat ini. Hampir keseluruhan proses yang ada, mengharuskan kita untuk pandai pandai dalam memaknai hal hal yang tersirat. Bukan hanya dalam proses teater, nyatanya dunia ternyata juga penuh dengan hal yang tersirat atau memiliki makna yang tersembunyi.
Proses proses teater yang terlihat simpel tenyata selalu membawa makna yang dalam khususnya kepada para pelakunya. Tidak jarang teater dijadikan sebuah cara pandang hidup bahwa sejatinya kita hidup di dunia juga berada di dalam panggung teater.
Maka? Jadilah aktor yang baik…!