Bangga, Bahagia!

Daftar (draft) tulisan:

Berbanggalah, Berbahagialah dengan Jurusan Kalian

Sebuah pilihan yang sangat berani. Ya, sangat berani. Betapa tidak, karena sejauh yang saya ingat, sejauh yang saya alami, banyak hal yang harus dipertaruhkan. Meskipun saya kuliah di kampus negeri, terdapat hal-hal yang bikin saya pusing, takut akan kalimat “Jurusan menentukan masa depan” mengaburkan, bahkan menghilangkan rasa bangga akan kampus. Saya amat berani tidak memperdulikan dan menantang akan kalimat itu. Saya tetap teguh pendirian dan bertahan hingga menjadi wisudawan terbaik 1 di jurusan saya. Saya kira awal memilih jurusan ini agak ragu, tapi sebetulnya tak rugi.

Ingatan saya begitu kabur ketika mengingat kenangan-kenangan lama di kampus dan jurusan. Mungkin, dengan tulisan saya ini menjadi perekam, pengingat akan peristiwa-peristiwa saat kuliah di jurusan T. IPS (Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial) UIN Sayyid Ali Rahmatullah, Tulungagung. Ini merupakan upaya-upaya saya untuk merekam kenangan-kenangan yang hampir rusak, lalu ditinggalkan.

Saya tidak mengingat betul mengapa saya lebih memilih masuk jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial. Namun, saya meyakini satu hal: bahwa saya masuk jurusan ini dengan sadar, ikhlas, lepas, bebas akan intervensi dari siapapun. Tentu saya sudah menimbang akan konsekuensi yang saya buat saat menentukan pilihan.

Awal masuk jurusan ini bekal saya keberanian dan keyakinan. Bekal yang sangat kurang untuk menempuh semua mata kuliah, ekosistem kampus, dosen, doktor, dan bahkan profesor. Belum lagi bertemu dengan teman-teman satu kelas yang dominan lebih memiliki pengetahuan di atas rata-rata.

Pada awal-awal semester ada beberapa teman yang tetap bertahan dan bahkan menghilang. Ada yang sering namanya tercatat di absensi, tetapi wujud fisiknya tidak ada. Ada pula yang mengikuti beberapa semester awal, lalu wujudnya tidak muncul sama sekali sampai akhir semester. Yang awalnya tercatat berkisar antara empat puluhan mahasiswa, hingga mungkin menyisakan tiga puluh lima lebih. Kurang ingat. Kurang paham kenapa mereka memilih untuk tidak melanjutkan di jurusan ini. Prasangka saya karena sebagian kurang cocok saja dan memilih untuk melanjutkan pendidikan di luar.

Sebenarnya ada hal yang membuat saya kesal kuliah di jurusan ini adalah: pertanyaan-pertanyaan menyebalkan dari pihak luar. Sudah berulang-kali saya mendapatkan pertanyaan-pertanyaan klise dan untung saya sudah kebal akan pertanyaan-pertanyaan itu.

“Mengapa jauh-jauh kuliah hanya mengambil jurusan T. IPS?”, “Kuliah di jurusan T. IPS, kedepannya mau jadi apa?”, atau pertanyaan yang sungguh jelek “Kenapa kuliah ambil jurusan sosial, bukannya dalam sehari-hari kita hidup bersosial?” Ketika pertama kali mendapati pertanyaan itu, saya begitu berperasaan menanggapinya, sehingga ada waktu di mana saya untuk merenungkannya. Tetapi, setelah melewati peristiwa-peristiwa selama kuliah, saya lebih bisa menanggapinya dan lebih dewasa meresponnya. Terkadang saya hanya tertawa atau sesekali menjawab dengan seadanya. Sebab kesalahan mereka yang bertanya adalah lupa bahwa mereka sedang berhadapan dengan orang yang sedang mempelajari manusia dan selingkar wilayahnya.

Sempat pada suatu saat keyakinan saya yang awalnya berapi-api pernah melemah dan redup. Ketika memasuki semester berikutnya, saya semakin ragu. Hal yang dulunya tak pernah saya pedulikan kini menghantui. Saya sempat memikirkan untuk berpindah jurusan dan meninggalkan teman satu kelas. Bahkan pernah terpikirkan untuk pindah kampus, padahal dulunya tidak pernah saya memikirkan untuk pindah kampus. Akan tetapi kekhawatiran itu kian hilang ketika ada teman yang membantu menguatkan dan menghilangkan pikiran cengeng itu.

Di sini, di kampus yang ketika musim kemarau sangat panas karena minim penghijauan. Kampus yang ketika musim hujan seringkali banjir. Tak jarang saya sehabis matkul ikut banjir-banjiran. Tetapi, untuk fasilitas yang diberikan di dalam kampus lumayan bagus.

 Sudah empat tahun saya di kampus ini, yang awalnya saya membenci mata kuliah geografi yang diajarkan oleh Pak Anggoro, pun kini saya mulai menyukainya. Banyak materi yang kurang saya pahami saat itu, beruntung saya mempunyai lingkungan teman yang selalu mengajak diskusi setelah mata kuliah selesai. Sampai sekarang pun saya merindukan diskusi itu, diskusi yang selalu diadakan di warung kopi. Saya mencoba mengingat dan mencatat kenangan indah itu.

Di jurusan ini, saya mendapatkan banyak hal: mulai dari geografi, sejarah, ekonomi, politik dan bahkan sosiologi. Ya, meskipun tidak semua itu saya pahami, tapi ada salah satu ilmu yang saya sukai, salah satunya sosiologi. Melalui ilmu sosiologi saya mulai menyukai membaca dan mencatat berbagai macam cabang ilmu. Kemampuan berbahasa saya semakin meningkat, karena berawal dari sosiologi saya mulai menyukai sastra. Mungkin, bagi kalian terasa aneh, tapi akan ada hari di mana kalian tidak jauh dari sastra.

Berawal dari ilmu sosial yang akan membukakan pintu menuju bermacam ilmu-ilmu yang tak ditemukan di jurusan lain. Kuliah di jurusan ini sangat menantang untuk sekedar sukses dengan menjadi PNS, kader parpol, borjuis, pemilik modal, atau budak-budak pemerintah lainnya. Namun, pernyataan itu hanyalah subjektif yang tak bisa dipegang, lebih baik saya menghindarinya.

Ada waktunya kalian untuk memilih pemfokusan/peminatan cabang ilmu sosial: politik, ekonomi, geografi, sejarah, atau bahkan memilih sosiologi seperti saya. Tapi bukan berarti kalian tidak akan mendapatkan ilmu-ilmu lain, kalian akan tetap mendapatkan itu. Selain di dalam kelas, kalian juga bisa membaca buku dan sharing dengan orang yang lebih paham akan ilmu-ilmu yang akan kalian pelajari. Pilihlah sesuai minat atau kecocokan kalian. Tenang saja, kalian pasti bisa menentukannya.

Saya harus mengakui bahwa melalui ilmu sosial membukakan pintu ke ilmu-ilmu lain. Pengalaman kuliah di jurusan ini adalah perjalanan penuh kenangan, dan begitu indah untuk diceritakan. Saya masih banyak cerita untuk diceritakan, ini masih sebatas kuliah, jurusan dan teman. Selebihnya, nanti saja, saya pikir-pikir dulu, karena peristiwa-peristiwa yang kita alami itu membutuhkan waktu untuk mengingat, merapikan, mencatat, dan merawatnya agar tidak hilang, lalu terabaikan.

“Setidaknya saya kuliah di jurusan ini karena diri sendiri. Tidak karena ikut-ikutan teman, paksaan orang tua, atau desakan dari pihak lain. Apakah kalian masih ragu dengan pilihan kalian sendiri? Percayalah, soal kesuksesan, jurusan bukanlah tuhan yang memutuskan garis takdirmu. Berbanggalah, dan berbahagialah.”

–Tulungagung, 2023