Mengenali diri sendiri membuat seseorang lebih tahan terhadap gangguan eksternal, dengan kesehatan mental dipengaruhi oleh disiplin terhadap akal dan eksistensi.
Generation Z sering dianggap lemah bukan karena kurang tahan banting, tetapi karena mereka terbiasa dengan banyak pilihan. Terlalu banyak pilihan justru dapat menyebabkan paralisis analisis karena kebingungan dalam menentukan keputusan. Sebaliknya, memiliki batasan pilihan bisa bermanfaat karena menghemat energi untuk hal-hal yang lebih prioritas. Faktor internal seperti pemahaman diri dan disiplin eksistensial memiliki pengaruh lebih besar terhadap kondisi mental dibanding faktor eksternal.
Mental model yang kuat membantu memahami struktur kehidupan yang benar. Disiplin terhadap akal dan eksistensi juga mendukung manajemen stres serta pencarian makna hidup. Dalam aspek spiritual, pahala sering dikaitkan dengan melayani orang lain, sedangkan dosa lebih condong kepada kepentingan diri sendiri. Oleh karena itu, pertanyaan “Why” lebih penting daripada “What” dalam mencapai kedewasaan spiritual.
Keseimbangan antara kepastian dan ketidakpastian adalah kunci kebahagiaan manusia. Mengetahui masa depan tidak selalu membawa pertumbuhan yang lebih baik karena menghilangkan pengalaman dan pembelajaran. Jiwa berkembang paling efektif melalui harapan dan pemahaman, bukan sekadar melalui akumulasi pengetahuan masa lalu. Memperbesar mental model bisa dilakukan dengan belajar dari sejarah, komik, atau film, serta memahami keputusan dari berbagai perspektif. Kesadaran akan mental model dan empati membantu seseorang menghadapi tantangan hidup dengan lebih bijaksana.